Saturday, 15 December 2012

Departures (おくりびと Okuribito) - 2008




Alasan saya menyukai film-film Jepang adalah pesan moral yang disampaikan begitu kuat. Tema-tema yang diangkat tidak selalu tentang roman picisan. Dedikasi terhadap pekerjaan, persahabatan, pencarian makna dalam perjalanan hidup, dan kemanusiaan. Biasanya cerita yang diangkat terinspirasi dari lingkungan sekitar, namun dikemas dengan apik sehingga tidak membosankan.

Departures mengisahkan sebuah pekerjaan yang kebanyakan orang berpikir itu bukan hal yang lazim bahkan mungkin mengerikan atau menjijikkan. Encoffining , begitu terjemahan Bahasa Inggris nya, yang saya tangkap maksudnya adalah sebuah pekerjaan dimana orang tersebut melakukan ritual membersihkan dan mendandani jenazah sebelum akhirnya jenazah dimasukkan ke peti. Untuk selanjutnya saya akan memakai istilah encoffining karena saya tidak berhasil menemukan kata yang tepat dalam Bahasa Indonesia.

Daigo Kobayashi (Masahiro Motoki), pemain cello profesional di Tokyo, harus kehilangan pekerjaannnya karena grup orkestranya dibubarkan. Dia memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya, Sakata, Yamagata, dengan istrinya, Mika (Ryoko Hirosue). Dulunya, rumah itu juga sebuah coffee shop yang dikelola oleh kedua orang tuanya. Namun, ayahnya kabur dengan pelayan, meninggalkan Ibu dan Daigo yang saat itu berumur 6 tahun.  Sekarang rumah itu kosong karena Ibu Daigo sudah meninggal dua tahun yang lalu.

Sebagai seorang suami dan kepala keluarga, Daigo tahu dia harus segera mendapatkan pekerjaan demi kelangsungan hidup mereka berdua. Masalahnya Daigo tidak memiliki ketrampilan lain selain bermain cello, membuatnya sulit untuk menemukan pekerjaan yang cocok. Dia menemukan iklan di koran, suatu perusahaan jasa yang kegiatan operasionalnya adalah mempersiapkan "keberangkatan", menawarkan pekerjaan dengan gaji yang lumayan besar, tidak perlu pengalaman, dan ketrampilan khusus. Penasaran dan tertarik, Daigo pun melamar dan datang untuk di wawancara.

Sesampainya di perusahaan yang dimaksud, barulah dia tahu bahwa pekerjaan yang dia lamar berkaitan dengan mempersiapkan keberangkatan orang yang sudah meninggal ke alam baka alias encoffining. Walaupun ragu, Daigo menerima pekerjaan itu. Hari-hari pertama bekerja tidak mudah bagi Daigo. Tidak biasa melihat jenazah dengan kondisi yg mengenaskan dan menjadi model iklan (jenazah) perusahaannya, harus dia lalui. Benar-benar pengalaman aneh buatnya. Daigo bahkan tidak berani memberitahu Mika perihal mata pencaharian dia yang baru ini. Dia takut istrinya bakal tidak setuju dan jijik.

Seiring dengan waktu, dia belajar tata cara membersihkan dan mendandani jenazah dari si Bos. Dia mulai memahami kegiatan encoffining ini jauh dari kata angker dan jijik. Tiap tahap dan langkah dilakukan secara hati-hati dan seksama, membuatnya terlihat indah dan elegan. Pekerjaan ini memang tidak biasa, tapi benar-benar dibutuhkan. Tidak sedikit keluarga yang menggunakan jasa mereka akhirnya berterima kasih karena telah membuat anggota keluarga mereka yang meninggal terlihat cantik dan siap menghadapi Sang Pencipta. Daigo akhirnya menikmati bahkan mencintai pekerjaannya.

Namun rahasia selamanya tidak bisa ditutupi, Mika menemukan DVD yang berisi iklan perusahaan tempat Daigo bekerja, dimana dalam iklan itu Daigo menjadi model jenazahnya. Mika meminta Daigo untuk berhenti dari pekerjaannya yang sekarang dan mencari pekerjaan yang normal tapi Daigo menolak, sehingga Mika memutuskan untuk pergi dari rumah.

Beberapa bulan kemudian, Mika kembali dan mengabarkan dia tengah mengandung. Dia berharap ini menjadi alasan kuat bagi Daigo untuk berhenti dari pekerjaannya, karena dia tidak ingin suatu saat anaknya merasa rendah diri karena pekerjaan ayahnya. Sebelum perdebatan menjadi sengit, Daigo mendapat kabar bahwa ibu dari Yamashita, teman sekolahnya dulu meninggal dunia.

Daigo dan Mika datang ke rumah Yamashita, Di depan keluarga Yamashita dan Mika, Daigo mempersiapkan jenazah ibu Yamashita dengan cekatan dan seksama. Melihat apa yang dilakukan  suaminya, Mika terharu dan sadar bahwa pekerjaan sebagai encoffiner bukanlah pekerjaan yang hina dan menjijikkan tapi justru sebaliknya, terhormat dan mulia.

Setelah kejadian itu, segalanya berjalan baik. Tukang pos datang mengantarkan surat yang mengabari bahwa ayah Daigo meninggal dunia dan anggota keluarganya diharapkan datang mengambil jenazahnya. Awalnya Daigo menolak, dia tidak memiliki perasaan apapun ke orang yang sudah meninggalkannya 30 tahun yang lalu, bahkan wajahnya saja dia tidak ingat. Atas bujukan Mika dan teman kerjanya, Daigo ditemani Mika datang kesana untuk melihat jenazah ayahnya. Wajah ayahnya terasa asing baginya, tidak sedikitpun terlintas dari kenangan masa kecilnya.

Sewaktu petugas pengangkut jenazah berusaha memasukkan jenazah ayahnya secara kasar, Daigo marah dan menghentikan mereka. Dengan ketrampilan sebagai encoffiner, dia mulai mempersiapkan jenazah ayahnya. Tiba-tiba Daigo menemukan sebuah batu kecil yang digenggam ayahnya. Batu itu adalah batu yang dia berikan ke ayahnya semasa dia masih anak-anak dulu. Akhirnya, Daigo mulai bisa mengingat sosok ayahnya saat dia masih kecil.


Departures mengangkat tema sebuah profesi unik. Suatu pekerjaan yang tidak biasa bukan berarti pekerjaan yang hina atau menjijikkan. Momen kematian tidak selalu suram, angker dan gelap. Orang-orang yang bekerja di bidang encoffining ini yang membuat momen kematian menjadi lebih indah untuk dikenang bagi anggota-anggota keluarganya yang ditinggalkan. Seperti kata petugas krematorium di film ini, kematian bukanlah sebuah akhir, melainkan gerbang menuju tahap selanjutnya. Cerita menjadi lebih indah dengan alunan musik gubahan Joe Hisaishi (pengisi OST. Spirited Away).Tidaklah berlebihan Academy Award menganugrahi Depatures sebagai Best Foreign Language Film 2009. Such a beautiful and touching movie. :)


Ini trailernya :




Ini soundtrack unggulannya:
Memory - Joe Hisaihi



Directed by Yōjirō Takita

Produced by Yasuhiro Mase
Written by Kundo Koyama

Source : http://en.wikipedia.org/wiki/Okuribito


No comments:

Post a Comment